Diposting oleh CafeStat on 21.21

Piala Dunia akan memulai kick off pada tanggal 11 Juni 2010 nanti. Kadangkala Anda dibingungkan dengan perbedaan waktu di Afrika Selatan dan di Indonesia, pada jam berapa di Indonesia pertandingan dilangsungkan.
Berikut daftar pertandingan lengkap Piala Dunia 2010 dengan waktu Indonesia bagian barat atau WIB. Semoga dapat membantu Anda menikmati perhelatan sepak bola terbesar di dunia itu.

GRUP A

11/6 Afrika Selatan vs Meksiko 18.30 wib RCTI Langsung
12/6 Uruguay vs Perancis 00.30 wib RCTI Langsung
17/6 Afrika Selatan vs Uruguay 00.30 wib RCTI Langsung
18/6 Perancis vs Meksiko 00.30 wib RCTI Langsung
23/6 Meksiko vs Uruguay 03.30 wib RCTI Tunda
22/6 Perancis vs Afrika Selatan 20.00 wib RCTI Langsung

GRUP B

12/6 Argentina vs Nigeria 20.15 wib RCTI Langsung
13/6 Korea Selatan vs Yunani 00.30 wib RCTI Langsung
17/6 Yunani vs Nigeria 20.15 wib RCTI Langsung
18/6 Argentina vs Korea Selatan 03.30 wib RCTI Tunda
23/6 Nigeria vs Korea Selatan 07.00 wib RCTI Tunda
23/6 Yunani vs Argentina 00.30 wib RCTI Langsung

GRUP C

13/6 Inggris vs Amerika 01.30 wib RCTI Langsung
14/6 Aljazair vs Slovenia 03.30 wib RCTI Tunda
18/6 Slovenia vs Amerika 20.15 wib RCTI Langsung
19/6 Inggris vs Aljazair 00.30 wib RCTI Langsung
23/6 Slovenia vs Inggris 20.00 wib RCTI Langsung
24/6 Amerika vs Aljazair 03.30 wib RCTI Tunda

GRUP D

14/6 Jerman vs Australia 00.30 wib RCTI Langsung
13/6 Serbia vs Ghana 20.15 wib RCTI Langsung
19/6 Jerman vs Serbia 00.30 wib RCTI Tunda
19/6 Ghana vs Australia 20.15 wib RCTI Langsung
24/6 Ghana vs Jerman 00.30 wib RCTI Langsung
24/6 Australia vs Serbia 07.00 wib RCTI Tunda

GRUP E

15/6 Belanda vs Denmark 03.30 wib RCTI Tunda
14/6 Jepang vs Kamerun 20.15 wib RCTI Langsung
20/6 Belanda vs Jepang 03.30 wib RCTI Tunda
20/6 Kamerun vs Denmark 00.30 wib RCTI Langsung
25/6 Denmark vs Jepang 07.00 wib RCTI Tunda
25/6 Kamerun vs Belanda 00.30 wib RCTI Langsung

GRUP F

15/6 Italia vs Paraguay 00.30 wib RCTI Langsung
16/6 Selandia Baru vs Slovakia 03.30 wib RCTI Tunda
21/6 Slovakia vs Paraguay 03.30 wib RCTI Tunda
20/6 Italia vs Selandia Baru 20.15 wib RCTI Langsung
24/6 Slovakia vs Italia 20.00 wib RCTI Tunda
25/6 Paraguay vs Selandia Baru 03.30 wib RCTI Tunda

GRUP G

15/6 Pantai Gading vs Portugal 20.15 wib RCTI Langsung
16/6 Brazil vs Korea Utara 00.30 wib RCTI Langsung
21/6 Brazil vs Pantai Gading 00.30 wib RCTI Langsung
22/6 Portugal vs Korea Utara 03.30 wib RCTI Tunda
25/6 Portugal vs Brazil 20.00 wib RCTI Langsung
26/6 Korea Utara vs Pantai Gading 03.30 wib RCTI Tunda

GRUP H

17/6 Honduras vs Chili 03.30 wib RCTI Tunda
16/6 Spanyol vs Swiss 20.15 wib RCTI Langsung
21/6 Chili vs Swiss 20.00 wib RCTI Langsung
22/6 Spanyol vs Honduras 00.30 wib RCTI Langsung
26/6 Chili vs Spanyol 00.30 wib RCTI Langsung
26/6 Swiss vs Honduras 07.00 wib RCTI Tunda

16 Besar

26/6 Juara Grup A vs Peringkat Kedua Grup B 21:00 wib RCTI (Partai 49)
27/6 Juara Grup C vs Peringkat Kedua Grup D 01:30 wib RCTI (Partai 50)
27/6 Juara Grup D vs Peringkat Kedua Grup C 21:00 wib RCTI (Partai 51)
28/6 Juara Grup B vs Peringkat Kedua Grup A 01:30 wib RCTI (Partai 52)
28/6 Juara Grup E vs Peringkat Kedua Grup F 21:00 wib RCTI (Partai 53)
29/6 Juara Grup G vs Peringkat Kedua Grup H 01:30 wib RCTI (Partai 54)
29/6 Juara Grup F vs Peringkat Kedua Grup E 21:00 wib RCTI (Partai 55)
30/6 Juara Grup H vs Peringkat Kedua Grup G 01:30 wib RCTI (Partai 56)

Perempat-Final

2/7 Pemenang Partai 53 vs Pemenang Partai 54 21:00 wib Partai 57
3/7 Pemenang Partai 49 vs Pemenang Partai 50 01:30 wib Partai 58
3/7 Pemenang Partai 52 vs Pemenang Partai 51 21:00 wib Partai 59
4/7 Pemenang Partai 55 vs Pemenang Partai 56 01:30 wib Partai 60

Semi-final

7/7 Pemenang Partai 58 vs Pemenang Partai 57 01:30 wib Partai 61
8/7 Pemenang Partai 59 vs Pemenang Partai 60 01:30 wib Partai 62

Perebutan Juara Ketiga

11/7 Tim Kalah Partai 61 vs Tim Kalah Partai 62 01:30 wib

GRAND FINAL

12/7 Pemenang Partai 61 vs Pemenang Partai 62 01:30 wib

Catatan: semua pertandingan sejak babak 16 besar dilangsungkan live oleh RCTi dan GlobalTV. Sumber: Surya

Diposting oleh CafeStat on 20.47
Label:

Even besar sepak bola Piala Dunia (PD) yang digelar di Afrika Selatan benar-benar menyita banyak perhatian. Bukan hanya dari peminat permainan bola kaki ini saja, tapi tak terkecuali perajin usaha kecil menengah (UKM) yang berebut memproduksi Zakumi -maskot PD berupa singa hijau, sebagai souvenir.
Produk souvenir atau merchandise hampir setiap saat bisa dijumpai, baik di perusahaan, kantor, restoran atau di lokasi wisata. Produk-produk berupa gantungan kunci, mug, boneka, plakat, jam dinding, dompet hingga tas ini, memang sengaja dibuat –utamanya dalam even tertentu– sebagai bentuk kenangan atau apreasi kepada pelanggan/tamu.
Sebut saja Restoran ToniJack’s di Plasa Surabaya. Rumah makan cepat saji ini sengaja membuat souvenir atau merchandise untuk mengikat pelanggan-pelanggannya. Restaurant Manager ToniJack’s Plasa Surabaya, Ali Mustofa, mengakui pelanggan sangat berarti untuk perkembangan usahanya. “Pada momen-momen tertentu tak jarang diberikan semacam souvenir kepada mereka, seperti kaos, mug, topi atau pin,” ujar Ali, Kamis (29/4).
Ia mengungkapkan, sebagian besar souvenir itu dipesan dari perajin UKM. Secara umum, kualitas produk hasil UKM nyaris sama dengan produsen menengah atau besar. Namun dari sisi harga, jauh berbeda alias lebih murah.
“Kita biasa memesan souvenir dari UKM di Jatim sini saja dan ternyata tak mengecewakan. Mereka bisa memenuhi permintaan sesuai order, dari sisi desain dan waktu. Tapi, memang ada jenis tertentu yang langsung di-handle pusat,” ungkapnya.
Salah satu perajin UKM Jatim yang berkecimpung membuat produk souvenir adalah pasangan suami-istri Kasmiran, 43, dan Siti Sulasih, 41. Usaha mereka berupa kerajinan boneka berbahan baku utama kain dan bulu, kini banyak dijumpai sebagai ikon atau maskot sebuah klub sepak bola.
Seperti, boneka bajul ijo yang kerap dibawa para bonek saat tim Persebaya bertanding, boneka macan putih yang diusung Persikmania ketika klub Persik Kediri bertarung, atau boneka singa yang dibariskan di tepi lapangan kala Arema Malang bermain.
Buah karyanya dengan merek Asih Collection tidak digarap sendiri, tetapi dibantu perempuan-perempuan dari Dusun Timongo, Desa Denanyar, Kecamatan Kota, Jombang. Mereka adalah warga yang tinggal di sekitar rumah Sulasih.
Tentu tak hanya boneka ikon klub sepak bola, masih ada ratusan jenis boneka yang diproduksi dan dijual. Mulai boneka kepala binatang yang lucu untuk ditempel pada tas dan pakaian (sebagai aplikasi), sampai kepala boneka orang-orangan untuk mainan edukatif, yang biasa dipesan sekolah-sekolah mendekati tahun ajaran baru.
Ketika gegap-gempita pertandingan sepak bola Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, Juni mendatang, mulai berkumandang. Sulasih pun tak ingin tinggal diam. “Sejak bulan lalu, saya mulai mendesain singa hijau Zakumi hampir sebulan, setelah tahu dari media massa maskot PD itu,” jelasnya.
Dibantu 12 karyawannya, ia membuat boneka yang didominasi warna hijau tersebut. Pesanan pun mulai mengalir dari berbagai daerah. “Order dari Malang baru saja saya selesaikan, jumlahnya 2.000 buah,” papar Sulasih.
Ia tak terlalu mempedulikan, apakah boneka ikon itu dijual kembali atau dihadiahkan sebagai souvenir oleh si pemesan. Baginya, yang penting harga sesuai. Untuk sebuah boneka maskot PD dipatok Rp 55.000 per buah. Tapi untuk partai besar, bisa hanya Rp 39.000 per buah.
Harga memang bervariasi, tergantung besar-kecilnya boneka, bahan yang digunakan, serta tingkat kesulitannya. Yang pasti harga terendah Rp 300 per buah dan tertinggi Rp 255.000 per buah. “Yang Rp 300 berupa boneka kepala binatang lucu untuk aplikasi pada tas atau pakaian,” kata ibu dua anak ini yang mengaku omzetnya rata-rata Rp 75 juta setiap bulan.
Padahal, ia mengaku, saat memulai usahanya modal yang dimiliki hanya Rp 35.000. “Itu terjadi tahun 1994,” tutur Sulasih, yang saat itu baru berhenti dari pekerjaannya sebagai pembatu rumah tangga (PRT) di rumah keluarga Ny Lan.
Dari rumah majikannya inilah, ia mengenal cara membuat boneka kain. Anak Ny Lan, Lily, memang memiliki toko boneka cukup besar di Jakarta dan sering mengerjakan pembuatan boneka di Jombang.
Maka, ketika Sulasih tak lagi kerja di keluarga Ny Lan, keterampilan ala kadarnya itu dipraktikkan di rumah. “Uang saya saat itu hanya Rp 35.000, untuk beli kain dan silikon, kemudian saya buat boneka. Hasilnya, saya jual di pasar diantar suami. Kebetulan suami tukang becak,” papar Sulasih.
Ternyata dagangan cukup laku. Lebih-lebih ketika dirinya tanpa sengaja bertemu dengan Lily. Ketika tahu Sulasih jualan boneka, Lily meminta boneka buatannya untuk dipajang di toko.
“Sampai sekarang Cik Lily masih sering memesan boneka. Biasanya itu terjadi kalau dia juga mendapat order dari pelanggan,” jelas Asih, yang kini telah memiliki showroom di desanya.
Bahkan, tambahnya, jika dia kesulitan memperoleh bahan baku kain jenis tertentu, Lily yang membantu membelikan langsung dari pabrik. “Dia punya hubungan langsung ke perusahaan kain dan benang,” ungkap Asih, yang sering menerima pesanan dari sejumlah toko swalayan di Jombang, Gresik, Surabaya, Malang, Kediri, Mojokerto.
Anehnya, sampai sekarang Sulasih mengaku belum pernah tersentuh pembinaan dan bantuan modal dari pemerintah setempat. “Sekitar setengah tahun lalu pernah ada orang ke sini, menawarkan pinjaman tanpa bunga. Tapi setelah itu tidak datang lagi,” kata dia.
Padahal, dirinya mengaku masih butuh uluran bantuan modal. “Paling tidak, bantuan itu dapat kami gunakan untuk ongkos mengikuti pameran di berbagai kota. Sering dari pameran itu berhasil dijaring pelanggan tetap,” tutur Sulasih.
Kabag Humas Pemkab Jombang Mohammad Saleh mengatakan, Pemkab Jombang amat peduli dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Karena itu agar UMKM berkembang, diberikan bantuan struktur permodalan melalui lembaga keuangan milik pemkab, Bank Jombang.
“Bunganya murah, tujuh persen per tahun. Jadi, kalau usaha Sulasih memerlukan bantuan modal, dapat mengajukan proposal ke dinas terkait, dalam hal ini Dinas Koperasi dan UKM,” jelas Saleh.
Menurutnya, persyaratan bantuan modal sama sekali tidak rumit. Yang penting, usaha sudah berjalan, keterangan omset, aset, identitas pemilik, serta jika perlu keterangan jumlah karyawan.
“Kalau memenuhi persyaratan, pasti direkomendasi oleh dinas terkait,” kata Saleh, yang cukup lama menjadi staf di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jombang. uto/dio
surya/sutono
Maskot PD - Sulasih (Asih) memegang boneka maskot untuk kejuaraan sepak bola sedunia berupa zakumi atau singa hijau, binatang khas Afrika Selatan, di showroom-nya di Dusun Karangtimongo, Desa Denanyar, Kecamatan Jombang Kota.
Bekerja Bersama - Sulasih (kanan) sedang memberikan contoh cara menggarap boneka kepada seorang pekerjanya.

sumber: Surya

Diposting oleh CafeStat on 20.46
Label:

Memang tidak semua perajin UKM yang ingin berkontribusi pada perhelatan PD 2010, bisa berhasil. Beberapa UKM asal Jatim gagal karena kalah bersaing dengan produk dari negara lain.
“Kerajinan UKM kita banyak terjegal produk China, karena kalah bersaing di tingkat harga. Meski secara kualitas lebih bagus, tapi selisih harga sangat jauh. Praktis, importir lebih memilih produk China,” kata Vanda Kristia Gayatri, perajin kayu motif tsunami.
Selama ini produk dengan label Gayatri Handicraft ini sudah banyak dipasarkan ke Eropa. “Tapi saya tidak ekspor langsung, produk-produk saya jual ke salah satu pedagang di Jepara dan merekalah yang kontinyu mengirim ke Inggris,” ujar wanita 37 tahun ini.
Gayatri Handicraft memiliki ciri khas liuk-liuk gelombang tsunami di setiap produknya. Semuanya terbuat dari kayu yang didatangkan dari daerah Menganti, Mojokerto, Lamongan. Ada kotak perhiasan, miniatur becak, sepeda motor, mobil, kapal hingga produk kerajinan kayu lainnya. Harga per pieces mulai Rp 75.000 hingga Rp 150.000.
“Kalau diekspor, harganya bisa berlipat-lipat. Marjin menjual kerajinan cukup menggiurkan, terutama jika diekspor. Sebetulnya besar harapan saya bisa bergabung dalam even piala dunia nanti. Sayangnya kita kalah bersaing,” keluh ibu dua anak ini.
Karyawan Universitas 17 Agustus 1945 ini mengungkapkan, saat ini kapasitas produksi per bulan rata-rata 5-9 meter kubik kayu, tiap 4,5 meter kubik kira-kira bisa menghasilkan 300 pieces barang. Jadi, sekitar 600 pieces. Itu pun karena orderan kita memang segitu,” papar Vanda.
Saat ini di bengkel dan showroom-nya yang terletak di Ambeng-ambeng Ngingas, Waru, ada sekitar lima tukang yang menggarap kerajinannya. Tukang bagian desain dan gergaji cuma satu orang.
“Saya buka usaha ini baru setahun lalu. Modalnya Rp 50 juta untuk beli bahan baku dan mesin gergaji, serta sewa dan renovasi gudang yang dijadikan bengkel, sekaligus showroom. Sewa gudang untuk tiga tahun dikenakan Rp 30 juta,” katanya.
Ide membuka usaha ini berawal dari sang suami, Bambang Wijanarko, 42, seorang teknisi menara BTS (base transceiver station). “Kebetulan suami tertarik dengan kerajinan kayu dan punya kenalan tukang yang punya spesialisasi membuat produk semacam itu,” kisah Vanda, yang kini omzet usahanya per bulan rata-rata Rp 10 juta, bahkan bisa sampai Rp 35 juta.
Meskipun urung memberikan kontribusi di perhelatan piala dunia, Vanda tak menyerah. “Saya ingin memaksimalkan pasar dalam negeri. Potensi pasar kerajinan di Jatim sebetulnya masih cukup besar, tinggal bagaimana kita pandai membidik selera konsumen,” imbuhnya.
Rencananya, pasar ke luar pulau tahun ini juga dijajagi. Perajin kayu serupa Gayatri Handicraft banyak ditemui di daerah Jawa Tengah, seperti Jogjakarta, Solo, Purwokerto, Jepara.

sumber: Surya

Diposting oleh CafeStat on 02.21
Label:

Buah kurma tidak lagi disajikan apa adanya. Sekadar buah coklat bulat panjang dengan biji di dalamnya. Kini, berkat kejelian dan kreativitas tangan-tangan trampil, kurma bisa dinikmati dengan beragam rasa.
Ada kurma yang terbuat dari buah salak atau kurma yang dilapisi coklat dengan beragam rasa, serta bijinya diganti dengan mente atau kenari. Siapa sangka jika produk-produk itu ternyata buah karya pengusaha UKM di Jatim.
Dodo Arief Dewanto misalnya, melihat produk kurma yang marak ditawarkan pedagang eceran hingga ritel modern selama ini hanya bermain pada kemasan yang menarik.
Menurutnya, konsumen tahunya makan kurma harus sibuk dengan membuang bijinya. “Karenanya, kita mencoba menawarkan pilihan menarik dan memiliki nilai jual lebih yakni dengan dilapisi coklat, bijinya diganti mente atau kenari,” kata Dodo, yang mulai bereksperimen tahun 2005.
Di luar dugaan, meski pemasarannya terbatas melalui blogspot, ternyata produknya banyak diminati. Tak hanya dari Jawa, beberapa kota di luar Jawa, seperti Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, juga melirik hasil kreasinya.
“Ada tiga pilihan ukuran besar, sedang dan kecil, dengan harga mulai Rp 10.000-25.000 per bungkus,” sebut pria 35 tahun ini, ditemui di kawasan Rungkut Madya, Surabaya, Kamis (22/4).
Banyak pilihan produk berbasis kurma dengan merek Chika itu, seperti kurma salut coklat isi mente bertabur almond atau wijen, kurma salut coklat putih isi mente dengan taburan kismis, kemudian kurma polos isi kenari salut coklat putih.
“Konsumen tertarik karena kemasannya menarik, terutama tak lagi ribet soal bijinya. Apalagi kita juga melayani permintaan dengan pilihan rasa di-mix,” papar Dodo, yang mengaku sejumlah ritel modern mulai melirik produknya.
Makanan ringan berbasis kurma merupakan salah satu dari sembilan macam produk yang dihasilkan dan dipasarkan Dodo. Didampingi istrinya, Meutia Ananda, alumni ITS Surabaya ini mulai merintis usaha camilan sekitar 2004.
Ketika merintis berbagai bahan makanan untuk kebab dan tortilla, ia mengaku pernah ditipu hingga ratusan juta rupiah. Modal yang dirintis habis dan terpaksa harus memulai dari nol dengan berdagang kue maryam di Gresik. Buah kesabarannya membuahkan hasil, bahkan sukses membuka beberapa gerai maryam di beberapa kota.
“Meski begitu, ternyata tak cukup bagi UKM kecil. Karena saat saya mencoba mengajukan kredit ke perbankan, ternyata semua bank di Surabaya menolak dengan alasan tak prospektif,” ulas mantan karyawan perusahaan rokok internasional.
Berbekal dana yang ia miliki, Dodo kembali memproduksi beberapa bahan makanan ringan yang ia pasarkan ke sejumlah perusahaan franchise dan restoran. Lambat laun, produknya mulai dikenal dan ia terus memperlebar segmen pasar.
Kini, ia memiliki sembilan macam produk di antaranya, tortilla/lebannes, roti burger, canai/maryam, cone pizza, daging kebab, daging burger, tahu Tasikmalaya, beragam coklat, kurma rasa dan beberapa variasi produk makanan.
“Saat ini, kapasitas produksi kami kisaran 70.000-200.000 piece per bulan,” tandas Dodo, yang mendapat kucuran kredit dari PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Untuk terus eksis, selain menata kualitas SDM yang mencapai 30 orang, Dodo juga menargetkan bisa mengeluarkan varian produk baru setiap tiga bulan sekali.
Kurma dari Salak
Lain lagi yang dilakoni Saniyah, 47, warga Dusun Morkolak, Desa Kramat, Kecamatan Kota, Bangkalan. Ia mampu menyulap salak menjadi ‘kurma’, buah manis khas Arab Saudi.
Ide Saniyah muncul begitu saja, saat melihat para pedagang buah yang pulang tanpa membawa hasil. Jualan salaknya masih utuh. “Dari situlah, saya mulai memberdayakan buah salak yang tidak laku untuk diolah menjadi makanan. Sehingga, memberi keuntungan bagi pedagang, sekaligus memaksimalkan panenan,” tuturnya, pekan lalu.
Selain mendapat bahan baku dari penjual buah dengan harga Rp 60.000 per ember, yang berisi 5 kg, Saniyah bisa memanen salak dari kebun sendiri.
Untuk meningkatkan kemampuannya, ibu berkulit cokelat ini mengikuti pelatihan UKM di Nganjuk, awal 2005. Bermodalkan pelatihan itu, ia mencoba memaksimalkan buah salak yang tidak laku dan berhasil mengubah menjadi camilan ‘kurma’.
Prosesnya, diakui Saniyah, memang tidak mudah. Pertama, ia harus menggodok salak dengan air gula pasir yang sudah dicampur bensowat selama kurang lebih tiga jam. Dengan harapan, daging salak yang keras akan lembek, sekaligus berubah warna.
”Tahap ini, warna beserta bentuk salak berubah menyerupai buah kurma yang sudah matang,” urai ibu yang mendapat penghargaan Hortikulutural (pemberdayaan hasil kebun) dari Gubenur Jawa Timur, H Soekarwo ini.
Adapun air rebusan gula pasir yang sudah mengental itu diganti dengan air baru yang sudah tercampur gula pula hingga kesat. ”Sisa dari air rebusan pertama tidak saya buang. Itu bisa digunakan buat sirup salak,” katanya, seraya menunjuk kemasan botol sirup salak berwarna merah kecoklatan.
Tidak sampai di situ, Saniyah yang dibantu warga penghasil buah Salak melanjutkan ke proses penjemuran selama tiga hari. “Lima atau delapan orang tetangga biasanya ikut membantu. Mereka juga dapat bagi hasil,” terangnya.
Dari hasil pemberdayaan itu, Saniyah mampu menghasilkan kurma salak 40 hingga 50 kg per hari dengan penghasilan bersih Rp 2 juta dalam sebulan. Untuk pengemasan, ada dua macam. Kemasan yang dijual Rp 6.500/ons dan kemasan Rp 12.500/kg.

Soal pemasaran, Saniyah mengaku menitipkan hasil karyanya di beberapa toko yang menjual makan khas Madura, tempat perziarahan di Makam Syaichonacolil yang terletak di Desa Martejasah, Bangkalan. ”Di situ banyak pengunjung dari luar Madura, bahkan luar Jawa,” urainya.
Selain kurma salak, ketua kelompok tani Ambudi Makmus II ini juga memproduksi dodol salak, sirup salak, hingga kripik salak. “Sehingga, warga sudah jarang sekali ke pasar menjajakan salaknya, karena saya sudah memesan jauh-jauh hari untuk bahan baku kurma, dodol, sirup, dan kripik salak,” tuturnya. dio/st32 SURYA

Diposting oleh CafeStat on 02.21
Label:

“Hari Gini Masih Over Gigi”, “Biar Butut Jago Ngebut”, “Jangan Tilang, Anak Jenderal”, “Team Pemburu Jablay”, “Motor Lunas Pacar Kandas”. Teks-teks di atas mungkin sekali waktu pernah menyita perhatian ketika berada di jalan. Maklum, teks-teks tersebut umumnya menempel di salah satu bagian sepeda motor atau vespa, di atas permukaan kertas berwarna-warni, atau dikenal dengan sebutan stiker.
Letak penempelan stiker memang disesuaikan dengan isi teks. Tujuannya satu, bisa menghibur yang membaca, sementara sang ‘empu’nya bangga. Rasa bangga tidak hanya dialami pemilik stiker kata-kata, namun juga pemilik motor.
Kebanggaan itu pula yang mendorong orang ramai-ramai mendatangi penjual dan penyedia jasa stiker yang belakangan bermunculan di beberapa ruas jalan di Surabaya. “Siapa sih yang nggak ingin tampil beda. Kalau saat berhenti di traffic light semua mata pada lihat motorku. Makanya, aku sering gonta-ganti stiker,” kata Endik Pratama, warga Surabaya, Kamis (15/4).
Sejak memiliki Honda Megapro dua tahun lalu, pelajar SMA di kawasan Semolowaru ini memang selalu mengubah atau menambahkan aksesori motornya, terutama stiker di beberapa bagian bodinya.

Hampir sepekan sekali ia bersama teman-teman sekolahnya menyempatkan diri mampir ke penjual stiker di kawasan Jalan Jemursari langganannya. Kalau ada yang menarik, Endik pasti menggaetnya.

“Atau kadang kalau ada ide apa, pasti saya serahkan ke penjualnya untuk dirombak,” ungkap pelajar yang tinggal di Rungkut ini.
Endik mungkin salah satu dari sekian banyak konsumen stiker yang biasa menghiasi motor kesayangan. Banyaknya penggemar stiker, membuat penjual dan penyedia jasa stiker tumbuh menjamur di hampir semua kawasan di Surabaya.
Gondrong, penjual stiker di depan SPBU Prapen Surabaya mengungkapkan, konsumennya sebagian besar anak muda yang gemar mengotak-atik dan modifikasi motor. Mereka ingin motornya tampil beda tak sekadar mengandalkan tampilan yang standar.
“Pelanggan saya justru lebih banyak yang sekaligus meminta menempelkan stiker ke motornya dibanding yang hanya membeli stiker eceran,” jelas pria 32 tahun ini.
Sambil membawa korek api serta jarum, untuk merapikan tempelan stiker yang direkatkan ke bodi sebuah skutik yang tengah dikerjakannya, ayah satu putra ini mengaku, telah menggeluti usaha ini sejak 8 tahun silam. Saat itu, penjual stiker di Surabaya belum banyak seperti saat ini.
Ia tak memiliki banyak pilihan untuk berjualan. Selama 8 tahun ini, ia hanya memilih pinggiran jalan Prapen, sebagai lokasi mengais rezeki. Awalnya, pria asal Lumajang ini hanya berjualan poster dan topi, dan baru coba-coba berjualan stiker. Namun ternyata justru stiker yang laku keras.
Ia pun memilih fokus berjualan stiker, sambil sesekali membantu memasangkan stiker atau scotlight di bodi motor pelanggannya. “Dalam perkembangannya, justru banyak pelanggan yang meminta jasa pemasangan stiker atau scotlight ke motor dibanding yang hanya membeli stiker. Karena kewalahan, sejak 4 tahun lalu saya dibantu seorang pekerja,” tandas Gondrong.
Pria yang tak pernah mau menyebutkan namanya ini mengaku, sebagian besar pelanggannya adalah anak muda pemilik motor yang suka modifikasi. Harga stiker yang ditawarkan beragam tergantung besar kecilnya, bahan stiker, warna, serta keunikannya.
“Ada yang Rp 1.000 per buah, namun yang ukuran besar sampai Rp 30.000 tergantung bahannya, sablon atau cutting. Untuk penjualan stiker sih saya tak mengambil untung banyak,” ujarnya.

Namun untuk pembelian plus pemasangan scotlight, Gondrong mengatakan, jasa yang ia patok lebih besar dibanding harga bahannya sendiri. Ia mencontohkan, untuk pemasangan scotlight yang hanya sebagian bodi motor atau hanya menutupi striping, rata-rata dikenakan Rp 50.000. Sedang jika pembeli ingin menutupi seluruh bodi motornya dengan scotlight, harga yang dipatok bisa Rp 250.000.
“Ini karena stiker atau scotlight yang digunakan untuk fullbody bisa mencapai 5 meter. Untuk yang ini warna hitam atau model transparan masih favorit,” sebut Gondrong, seraya menambahkan memberikan garansi satu minggu untuk pemasangan stikernya.
Dalam sehari, ia biasa menerima 4-5 unit pemasangan stiker untuk striping motor, sedang untuk yang fullbody rata-rata hanya 3-4 unit motor setiap pekan. Meski begitu, ia mengaku senang, karena penjualan stikernya cukup menjanjikan.
“Kendalanya kalau turun hujan, bisa-bisa langsung tutup. Selain itu, kita selalu was-was kalau-kalau ada petugas Satpol PP yang mengusir pedagang di pinggir jalan seperti kita,” ungkap Gondrong, yang mengaku dagangannya nyaris diangkut kendaraan petugas Satpol PP.
Terkait membanjirnya usaha sejenis, ia tak terlalu khawatir. Selama jumlah pemilik motor terus bertambah, usahanya pun akan terus eksis. “Yang terpenting layanan dan kualitas pekerjaan kita diterima konsumen,” imbuhnya.
Penjual stiker di kawasan Gedangan, Sidoarjo, Indra mengatakan, modal utama penjual atau penyedia jasa pemasangan stiker kendaraan bermotor seperti dirinya adalah ramah dan bisa merangkul pelanggan. Maklum, rata-rata konsumen adalah kalangan ABG dan remaja yang gemar memodifikasi motor.
“Namanya juga tempat jujugan anak muda, kalau nggak bisa masuk ke dunia mereka, bisa-bisa ditinggal pembeli. Hubungan pembeli dan penjual layaknya seperti teman,” papar Indra.

Pria 35 tahun ini mengaku, biasanya konsumen datang secara bergerombol dengan teman-temannya, meski yang membeli stiker atau berminat memasang scotlight hanya 1 motor. Namun, dengan keakraban yang dijalin dengan mereka, tak jarang teman-temannya akhirnya membeli stiker atau memasang scotlight motor ke tempatnya.
“Meski begitu, layanan dan teknik pemasangan stiker tetap yang utama. Jika pembeli melihat garapan kita rapi, menarik dan unik, pasti akan disukai,” jelas Indra, yang mengaku omzetnya di kisaran Rp 300.000-500.000 setiap hari.
Diakuinya, faktor tingginya peminat variasi motor dengan stiker atau scotlight itu, lebih didasari keinginan agar sepeda motornya terlihat lebih gaul dan keren. “Usaha variasi pemasangan stiker sama sekali tak bergantung pada musim tertentu. Kapan pun peminatnya terus ramai. Bahkan, bukan hanya sepeda motor, mobil pun juga mulai memasang stiker dan terbanyak angkot,” jelasnya.
Potensi Bagus, Untung Cekak
Berbeda dengan jasa penempel stiker, pelaku usaha pembuatan stiker justru tidak mengalami untung yang berlimpah. “Sebetulnya potensinya cukup bagus, jika dikembangkan. Namun untung yang diperoleh cekak,” ujar Fajar Adi, Jumat (16/4).
Alasan ini yang mendasari keputusannya untuk beralih ke usaha yang lain. “Dua bulan lalu saya berhenti membuat stiker pesanan. Sekarang saya fokus ke pembuatan dan sablon kaos karena keuntungan yang didapat lebih besar,” ujar pria 23 tahun ini.
Usaha stiker dan kaos dulunya berjalan seiring. Order sama-sama pesat, tapi keuntungan yang diperoleh lebih banyak ke pembuatan kaos sablon ketimbang stiker. “Tingkat kerumitannya sama njlimet, langkah pembuatannya hampir sama, tapi bathi (keuntungan) membuat stiker lebih kecil,” jelas Fajar.
Keuntungannya cuma Rp 200-1.000 per stiker, dengan pesanan minimal 100 biji. Bandingkan dengan kaos bisa Rp 10.000 per kaos. “Perputaran omzetnya juga lebih besar bisnis kaos ketimbang stiker. Meskipun keduanya sekarang sudah banyak kompetitor, tapi peluang menggarap bisnis kaos juga masih terbuka,” ujarnya.
Saat ini, Fajar bersama beberapa rekannya bisa meraup omzet hingga Rp 8 juta per bulan dari hasil bisnis kaos dan sablon kaos. “Modalnya dari kantong sendiri, kaosnya tidak pakai merek. Biasanya terima pesanan kampus-kampus,” kata pria yang membuka usaha di kawasan Barata Jaya III/27 ini. dio/ame SURYA

Diposting oleh CafeStat on 02.20
Label:

Aktivitas melukis sudah ia geluti sejak anak-anak. Hobi ini ia lakukan baik dengan media kertas gambar ataupun kanvas. Setelah menghasilkan ratusan karya lukisan, baik yang laku terjual maupun yang jadi koleksi pribadi, Ovy Noviaridian ternyata masih `gatal`. `Rasa gatal` itu kini membuatnya masuk pada bidang bisnis baru.
“Saya orangnya `suka gatal` melihat sesuatu yang polos, seperti kaos, baju atau pelengkap busana lain. Oleh karena itu, saya coba-coba menggambar pada pakaian polos, sehingga memiliki corak,” kata Ovy yang memulai melukis pada media kaos dan kain sekitar tahun 2003.

Awalnya, coba-coba menggambar di kaos dan baju miliknya. Kemudian teman-temannya yang tahu tertarik, dan minta juga dilukiskan kaos, baju atau bahkan jilbabnya. Lama-kelamaan, Ovy pun dikenal pula sebagai pelukis kaos.
“Karena yang minta dilukiskan banyak, saya bilang `mesti bayar dong`. Ternyata, tidak ada yang keberatan,” kata Ovy.
Kini, setiap pekan Ovy bisa menerima order/pesanan lukis koas, baju dan jenis-jenis lain pakaian sampai puluhan lembar (piece). Omzetnya bisa mencapai Rp 3 juta per bulan. Bukan nilai yang besar memang, namun kreasi yang ditelurkan Ovy jelas baru, dan inovatif. Karena itu, sebuah butik di Surabaya kini secara rutin memakai jasa Ovy untuk melukis pakaian yang dijualnya/

Menurut Ovy, melukis dengan media kain atau kaos sangat berbeda dengan melukis di atas kanvas atau kertas.
Ketika masih memulai dulu, ia tak langsung menggoreskan cat lukis ke lembaran-lembaran kain baru yang belum dijahit, namun ke baju atau kaos bekasnya yang sudah menumpuk dan tak terpakai lagi.

“Bahkan, sesungguhnya saya awalnya tak berpikir untuk melukis baju-baju bekas itu dengan gambar-gambar. Saya hanya berpikir bagaimana caranya menampilkan pakaian ini seperti baru dengan, misalnya, menyelipkan aksesori yang lebih menarik seperti ditambahi pernik-pernik bros, pita atau lainnya,” tuturnya.
Namun karena hobinya melukis, instingnya tiba-tiba seperti bergerak sendiri untuk melukis pakaian bekas itu daripada menambahinya dengan pernak-pernik aksesori. Lebih jauh, ia malah berpikir untuk melukis baju atau kaos baru, bukan yang bekas lagi.
“Eh… tatkala saya coba memberi gambar dengan motif bunga, ternyata hasilnya lumayan bagus, dan ada kesan unik. Menurut saya, selain punya nilai tambah pada baju yang dilukis, juga ada nilai seninya,” ujar Ovy.
Setelah dirasa bisa ‘ditampilkan’, Ovy pun berani menyulap baju atau kaos, bahkan celana jins yang dipakainya untuk dilukis. Ia juga membeli kaos dan baju polos lusinan untuk dilukis sebagai koleksi. Bahannya pun kian beragam, mulai katun hingga sifon yang diakuinya relatif sulit untuk digoresi cat karena mudah tembus.
Baginya, ada tantangan tersendiri bisa melukis di atas kain, karena lukisan yang ia buat tak boleh salah. “Kalau di kertas, begitu salah bisa langsung dibuang. Di kain tak bisa begitu, karena harga kain juga tidak murah,” ungkapnya.
Untuk melukis kain, wanita yang sering menggelar pameran lukis di beberapa kota ini lebih suka memilih obyek bunga. Mawar, melati, bunga sepatu, matahari dan anggrek adalah bunga-bunga yang sering menjadi obyek lukisannya, selain kupu-kupu, bahkan kadang wajah seseorang.
Sedangkan cat yang digunakan, ia mengaku biasa menggunakan acrylic atau cat poster.
Pesanan mulai mengalir dari beberapa temannya setelah melihat hasil karyanya yang tampak beda. Mereka mulai menyerahkan baju, kaos, busana muslim hingga jilbab atau kerudung untuk dilukis Ovy. Obyek gambar yang dilukis bisa datang dari pemesan sendiri, namun tak jarang diserahkan sepenuhnya ke Ovy.
“Banyak di antaranya yang meminta lukisan pada puluhan busana muslim untuk seragam pengajian. Yang rutin, saya menerima pesanan dari salah satu butik di Surabaya,” sebut ibu satu anak yang mengaku karyanya sudah dikenal hingga Jakarta, Kalimantan dan Sulawesi ini.
Uniknya, meski ia biasa menangani puluhan lembar (piece) kain lukis setiap pekan, namun Ovy selalu menanganinya sendiri tanpa bantuan seorang pekerja pun. Soal harga, Ovy mengaku tak mematok mahal. Harga hanya ditarik sebagai pengganti cat. Ia mencontohkan, untuk lukisan jilbab kaos hanya dikenakan Rp 5.000, sedankang baju dibedakan untuk lukis depan sekitar Rp 50.000, depan dan belakang bisa dikenai Rp 75.000.
“Itu kalau bahan baju atau jilbabnya dari pemesan. Tapi kalau lukis kaos yang bahan kaosnya juga dari saya, harganya di kisaran Rp 40.000-45.000 per lembar,” sebut Ovy.
Meski hanya sekadar mengapresiasikan hobi ke media yang berbeda, namun Ovy masih memiliki obsesi bisa menggelar pameran tunggal atas produknya itu, selain juga memiliki butik tersendiri dengan karya-karyanya yang eksklusif.
sumber: Surya

Diposting oleh CafeStat on 02.19
Label:

Lukisan tidak hanya merupakan produk seni rupa yang bernilai estetika, yang cuma bisa dinikmati. Melalui beragam media lukis, mulai kertas tulis, kertas film, kanvas, aneka jenis kain, baju, kebaya, mukena, tas, sepatu, patung, kaca, tembok, hingga bulu burung, hasil karya lukis ini mampu bernilai ekonomi tinggi. Mendatangkan rupiah dalam sekejap.
Seorang ibu bersama putrinya yang menginjak remaja terlihat tengah membolak-balik beberapa kaos lukis. Ny Merry, warga Sidoarjo ini sengaja datang ke sebuah workshop pelukis baju di Surabaya, untuk mengoleksi kaos lukis.

“Kami ingin tampil beda dengan lainnya, tapi tetap menonjolkan kekompakan antara ibu dan anak. Saya rasa kaos lukis ini cukup pas, meski gambarnya beda,” ujar wanita 42 tahun ini.

Ia memang salah satu keluarga penyuka seni. Selain kaos lukis, keluarga ini juga banyak mengoleksi karya-karya lukis yang diwujudkan ke media yang bukan saja kanvas, namun juga barang yang bisa dipakai sehari-hari, seperti sepatu, topi, bahkan alas mouse.“Saya suka berburu barang seperti itu, selain unik, tentu eksklusif. Karena bisa jadi gambar seperti ini hanya ada satu-satunya. Untungnya sekarang banyak outlet yang menjual,” tandas Ny Merry.

Produk yang mengeksplorasi karya lukis ke media nonkanvas dalam beberapa tahun terakhir memang booming. Kaos lukis karya Ovy Noviaridian misalnya, hasilnya telah banyak dikenal konsumen hingga luar pulau.

Ovy sengaja mewujudkan keinginan mereka yang tak mau tampil hanya dengan mengandalkan desain asli produknya. “Tak hanya baju santai, baju resmi hingga busana muslim pun sering menjadi sasaran goresan cat lukis. Kami cukup senang ketika melihat pemesan puas,” ujar Ovy, Kamis (8/4).

Bagi sejumlah seniman lukis, melukis tidak harus di atas kanvas dibalut bingkai persegi. Media apapun jadi indah dengan sentuhan seni lukis. Bagi Agus Setiawan, melukis di atas sepatu, tas dan topi ternyata bisa mendatangkan keuntungan yang kini bisa menjadi sandaran hidup.

“Awalnya, saya pelukis jalanan. Sekitar 1,5 tahun lalu, teman saya Dwi Wijayanto mengajak bergabung dan mendirikan outlet khusus produk seni lukis dengan media sepatu, topi, dan tas,” ujar Agus, Kamis (8/4).

Gayung bersambut, mereka berdua lalu membuka toko online yang menawarkan aneka sepatu, tas, topi, kaos, celana serba lukis. Publikasinya gabung di toko-toko online, bikin website khusus hingga bikin akun KakiKu Painting di facebook. Jenis lukisannya beragam, pembeli bisa order sesuai selera.

“Bisa lukisan wajah artis, batik, bunga dan aneka hiasan lain. Harga jualnya pun bervariasi tergantung tingkat kesulitan gambar yang dilukis dan jenis bahan yang diinginkan,” katanya.

Untuk bahan baku sepatu dan tas polos, biasanya order langsung dari Bandung. “Kita belinya juga melalui online. Per pasang sepatu polos harganya sampai Rp 80.000, itu belum termasuk ongkos kirim,” lanjut Agus. Tak heran harga jual ke pasar antara Rp 130.000-50.000 tergantung tingkat kesulitannya.
Diakuinya, ide melukis semacam ini berawal dari Dwi yang jalan-jalan ke Bandung. Bandung memiliki gudang seniman kreatif. Apapun bisa bernilai uang. Ide inilah yang kemudian dikembangkan mereka berdua.

Hasilnya? “Omzet per bulan cukuplah kalau buat hidup di Surabaya,” ucap arek Suroboyo jebolan Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Jurusan Seni Rupa ini.

Modal awal disetor dari Dwi Wijayanto sebesar Rp 15 juta. Hasil jualan melalui online responsnya cukup bagus hingga akhirnya mereka sepakat membuka gerai outlet di Royal Plaza lantai UG dengan nama S-One. Kini, setiap bulan kalau pas ramai bisa melukis sekitar 65-100 pasang sepatu, tas dan topi. Kalau pas sepi cuma 30-35 pasang. ”Kebanyakan ordernya memang sepatu,” lanjut Dwi yang juga bekerja di salah satu perusahaan rokok ini.

“Kalau yang melukis keahlian Agus, saya bagian pemasaran dan memesan sepatu,” ucapnya. Cat yang dipakai jenis akrilik di atas sepatu atau tas berbahan kanvas atau katun tebal. Akrilik gampang lekat dan tidak luntur jika kena air.
Sandaran Hidup

Lain lagi dengan pelukis berbahan fiber Abdul Hamid. Melukis saat ini sudah menjadi sandaran hidup. “Dulu awalnya melukis cuma terima order untuk bikin lafadz Ayat Kursi, surat-surat Al Quran, serta masjid dan Kabah dari bahan fiber,” ujar pria yang membuka outlet di kawasan Gedangan ini.

Lukisan fiber ini merupakan lukisan timbul berbahan resin-fiber. Lukisannya mirip pahatan yang dibingkai. Lazimnya, perupa membuat cetakan berbahan dasar tanah liat. Setelah cetakan jadi, maka bagian luarnya dilapisi bahan sesuai selera, bisa berwarna perak atau emas.

Order lukisan fiber lafadz ternyata laku keras, ia pun mengembangkannya menjadi berbagai model. Ada cetakan patung ganesha, candi hingga pemandangan alam. “Kebanyakan yang order justru turis-turis di Bali. Saya menaruh beberapa contoh lukisan fiber di salah satu galeri seni di Bali. Dari situlah order ke manca negara terus mengalir,” kisah Hamid.
Biasanya, kebanyakan pembeli mengorder sendiri jenis lukisan apa yang akan dibuat dari bahan fiber. “Saya terima order bentuk fiber apa saja,” ucapnya. Pernah bahan fiber itu diganti bahan semen. Tujuannya agar kuat, tapi malah mudah retak dan pecah. Partikelnya terlalu padat.
“Harganya bervariasi, mulai Rp 400.000 hingga jutaan rupiah tergantung ukuran besar dan tingkat kesulitannya,” imbuh Hamid, yang dalam sebulan bisa menerima oder minimal 100 unit.
Tidak hanya dipasarkan Bali, karya Hamid juga dipasarkan di Kalimantan dan Sumatera seperti Balikpapan dan Tarakan, serta Batam. “Saya tidak ekspor langsung ke manca negara karena biayanya pasti besar sekali. Tapi saya terima order dari para turis, dari merekalah lukisan fiber saya berkeliling dunia,” jelasnya.
Modal awal yang dipakai dulu murni modal milik sendiri. “Sekitar lima tahun lalu, saya lupa persisnya yang jelas tidak pinjam bank karena syarat pinjam uang ke bank cukup rumit. Usahanya harus minimal dua tahun, sedangkan saya baru mulai menjalankan,” pungkas Hamid. SURYA

Search